Jumat, 05 Juni 2009

Buruk muka cermin dibelah, Buruk RS pasien dituntut

Bayangkan jika anda makan di sebuah warung tegal pinggir jalan dan mendapatkan servis yg buruk. Makanan tidak enak, pelayan tidak ramah, sendok berminyak, dan setelah pulang anda sakit perut. Lalu anda sms teman-teman anda memperingatkan supaya tidak makan di warteg tersebut. Beberapa minggu kemudian Anda masuk penjara karena pemilik warung itu menuntut anda atas dasar pencemaran nama baik. Logiskah? Apa anda terima? Siapa yang salah? Adilkah? Apakah menurut anda warung itu akan semakin ramai atau malah sepi pengunjung? Jika anda pemilik warung itu, apakah anda juga akan membawa masalah ini ke pengadilan atau melakukan cara lain?

Bandingkan dengan kasus yang menimpa Ibu Prita Mulyasari. Ibu ini pergi berobat ke RS Omni Internasional Tanggerang. Dia mendapat diagnosa yang salah, banyak suntikan mahal tidak jelas yg membuat dia sesak napas, tidak dilayani permintaannya untuk mendapat rekam medis, dibohongi, dan dikecewakan oleh pelayanan RS tersebut. Ia kemudian menumpahkan kekecewaan tersebut dalam sebuah email kepada 10 orang rekannya, dan ke surat pembaca detik (atau mungkin bukan dia yg mengirim ke detik). Email ini berisi kronologis kejadian yg menimpanya dan peringatan agar berhati-hati. Email ini kemudin tersebar ke banyak milis dan akhirnya diketahui oleh pihak RS Omni Internasional.

Apa reaksinya? Sebuah email klarifikasi yang menyatakan bahwa email itu adalah "TIDAK BENAR" tanpa penjelasan lebih jauh dikirim ke milis, dan juga dipasang setengah halaman di koran nasional. Lalu dikatakan Ibu Prita BOHONG dan akan dituntut secara hukum. Ibu Prita sekarang dipenjara karena masalah ini. Dia terkena Pasal 27 ayat (3) UU ITE , yang isinya, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik." Dia juga diancam hukuman penjara maksimal enam tahun dan atau denda maksimal Rp 1 miliar.

Apakah sebuah keluhan dari konsumen layak dikenakan tindak pidana dan perdata? Padahal hal itu dilindungi dalam UU Perlindungan Konsumen (UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen). Selain itu berdasarkan UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran dan juga Peraturan Menteri Kesehatan No 269/Menkes/PER/ III/2008 tentang Rekam Medis tertanggal 12 Maret 2008 telah menjelaskan bahwa Pasien/Konsumen berhak untuk meminta rekam medis.

Apakah RS Omni Internasional akan menambah reputasi atau malah mendapat citra buruk? Kita bisa melihat contoh 2 kasus lain yang mirip, namun perlakuannya berbeda:

a. Dell Hell.

Pada tahun 2005, seorang blogger terkenal Jeff Jarvis mengeluhkan layanan purna jual dan produk komputer Dell di blognya, yg berjudul Dell Hell. Tulisan ini dan banyak tulisan lain tentang Dell memicu penyebaran berita buruk tentang Dell ke blog-blog lain. Keburukan produk dan pelayanan Dell terbuka ke publik. Impact-nya besar sekali. Sampai masuk ke BusinessWeek. Dan pada akhirnya Michael Dell sendiri turun tangan dan merombak perusahaan tersebut. Perusahaan yang tadinya tidak mendengar konsumennya, sekarang malah mempunyai blog dimana konsumen dapat memberi input untuk sebuah produk baru. Hal ini dilakukan dalam waktu 2 tahun. Jeff Jarvis tahun 2007 menulis pujian di BusinessWeek tentang Dell.

http://socialtnt.com/2007/10/23/dell-hell-freezes-over-a-great-example-o
f-turning-lemons-into-lemonade/
Ini adalah contoh bagaimana sebuah perusahaan internasional bereaksi terhadap keluhan konsumen

b. Edward Forrer

Seorang Blogger lokal asal Indonesia, namanya Fahmi (http://mfahmia2705.blogspot.com/) mengeluhkan sepatu Edward Forrer yg dibelinya, karena jebol setelah 2 bulan dipakai. Selain kualitas rendah, juga pelayanan buruk pegawainya. Dia sampai sumpah-sumpah gak mau beli disitu lagi. Keluhan ini dibaca manager EF yang kemudian menukar sepatunya dengan model baru. Sepatu yg jebol dibedah di bagian produksi EF dan diteliti untuk menghasilkan produk model baru yg lebih bagus. Dan sepatu model baru itu kemudian dikasih gratis untuk Fahmi. Fahmi pun puas, karena sepatu baru itu bagus, dan EF mendapat iklan gratis di blognya Fahmi. EF itu perusahaan lokal lho.


Kalau dibandingkan 2 contoh diatas, tindakan RS Omni Internasional Tangerang sungguh tidak simpatik. Konsumen adalah raja, hal itu tidak tercermin dari perilaku RS Omni. Sebuah keluhan dari konsumen dapat dilayani dengan simpatik, dengan cara kekeluargaan, lalu klarifikasi tentang hal tersebut dapat dimuat di media, atau dalam hal ini lewat milis. Menuntut bekas pasien secara pidana dan perdata malah memberi kesan RS Omni takut dan panik. Takut kenapa? Apakah karena memang pelayanan dan prakteknya tidak baik? Apakah masih ada orang yang berani berobat kesitu jika mengeluh saja bisa dipenjara?

Ibu Prita sekarang telah kalah dalam pengadilan untuk masalah perdata, tanpa alasan yang jelas dari Hakim. Sidang kasus pidana akan berlangsung tanggal 4 Juni 2009. Tetapi Ibu Prita sudah dipenjara dari tanggal 13 Mei 2009, tanpa alasan. Padahal Ibu Prita mempunyai seorang anak yg masih menyusui, dan anak berusia 3 tahun. Dengan alasan kemanusiaan, seharusnya penahanan ditunda. Masa koruptor penahanannya boleh ditunda, tapi ibu ini tidak boleh?

RS Omni Internasional terkesan sangat arogan. Para blogger dan Facebooker Indonesia telah bergerak untuk mengumpulkan dukungan terhadap Ibu Prita, dan ancaman boikot telah diserukan. Namun RS Omni tidak bergeming, dan malah mengatakan tidak takut diboikot. Sangat kontras sekali dengan sikap Dell dan EF diatas. RS Omni menganggap remeh kekuatan email, blog, dan facebook. RS Omni menganggap remeh kekuatan sosial masyarakat.

Apakah Kekuatan Uang /Perusahaan Besar boleh menindas rakyat kecil ??? Hari ini Ibu Prita, besok mungkin anda jadi korban.

Mari kita dukung Ibu Prita dengan cara apapun yang anda bisa. Angkat hal ini, sebarkan ke banyak orang. Biar media tahu, biar dunia tahu, biar capres-capres itu tahu. Kalau perlu, boikot RS Omni, supaya mereka tahu bahwa kekuatan masyarakat tak bisa diremehkan dan supaya mereka mencabut
tuntutan.

Update:
Prita Mulyasari bebas dari penjara dan menjadi tahanan kota setelah digempur kiri-kanan. Ayo terus lanjutkan perjuangan!!!

Gabung cause di Facebook:
http://apps.facebook.com/causes/290597/33397484?m=cc366e79


http://www.berpolitik.com/news.pl?n_id=22399&c_id=3&param=zSr43VclZlzepv
P6idX4

Memenjarakan Prita: Omni Untung atau Buntung?

(berpolitik.com): Bui bakal full house. Penghuninya adalah konsumen yang berkeluh kesah. Yakni, mereka yang curhat di milis. Mereka yang mewartakan melalui statusnya di Facebook atau juga mereka yang memilih jalur konvensional: menulis surat pembaca di koran atau majalah.

Ini bakal terjadi kalau semua perusahaan seperti RS Omni Internasional Alam Sutera. Ini bukan mengada-ada kalau semua jaksa seperti jaksa di Tangerang. Untungnya, tidak semua perusahaan seperti Omni. Untungnya, jaksa di daerah lain belum melihat ini sebuah kesempatan baru yang lain.

Tidak banyak perusahaan ingin bergaya seperti Omni. Pasalnya, jalur peradilan sangat mahal dan memakan waktu. Kalaupun menang tak ada kepastian benar-benar untung. Secara formal nama baik mungkin terpulihkan (melalui pemasangan iklan, misalnya). Secara aliran kas, barangkali ada pemasukan tambahan dari uang ganti rugi.

Namun, karena reputasi pengadilan di negeri ini jauh dari positif, kemenangan formal itu belum berarti apa-apa. Keluhan konsumen yang dijawab secara frontal adalah iklan yang sangat buruk. Pemenjaraan konsumen karena mengeluh merupakan kampanye yang jauh lebih buruk lagi. Sebab, tingkah pola over acting aparat kejaksaan bisa dipastikan akan disangkutpautkan dengan dugaan adanya manuver dari pihak Omni. Ini sudah menyangkut persepsi terhadap kerja aparat hukum di tanah
air.

Pada titik ini, tak terhindarkan bermunculan konsekuensi-konsekuensi yang tidak dikehendaki. Tapi, sebelum itu, untuk adilnya, ada baiknya dibedah serba sedikit motivasi yang mendorong Omni bertindak sangat agresif.

Ada Persaingan Bisnis?

Pertama, keluhan Prita bisa jadi dianggap dusta 100%. Omni Percaya, dokter-dokter mereka adalah orang berbudi luhur yang tidak akan memanfaatkan ketidaktahuan pasien untuk mencari laba sebesar-besarnya. Omni percaya, dokter-dokter mereka sangat profesional dan maha ahli sehingga tak mungkin alpa pun lalai.

Kedua, langkah Omni meredam keluhan Prita dianggap harus dilakukan. Dalam hal ini, Omni beranggapan keluhan Prita jika dibiarkan akan dimanfaatkan pihak-pihak lain untuk menuntut Omni dengan tudingan malpraktik terhadap kasus-kasus yang pernah mereka alami.

Ketiga, langkah Omni bisa jadi merupakan upaya untuk mencegah keluhan Prita menjadi senjata bagi kompetitornya untuk merebut calon konsumen (eh pasien) mereka. Kebetulan, di dekat Omni memang ada RS Eka Hospital Serpong (milik Sinar Mas Grup).

Namun, alasan-alasan itu nyatanya tak sebanding dengan resiko yang bisa menggerus reputasi mereka. Padahal, kehilangan reputasi sama saja dengan kehilangan pelanggan.

Efek Wantek
Pertama, secara naluri, publik akan memvonis Omni sebagai Arogan, tak peduli, tak manusiawi dan sederet labeling lainnya.
Kedua, manuver Omni memancing bekas konsumennya untuk bersaksi. Bersaksi atas berbagai keburukan pelayanan dan bahkan juga kemungkinan menjadi korban malpraktik rumah sakit tersebut.
Ketiga, sebagai konsekuensi lanjutanya, ajakan untuk memboikot pun mengapung.

Dengan banyaknya pilihan rumah sakit alternatif, ajakan boikot itu relatif manjur dengan sendirinya: calon pasiennya akan berpikir berulang-ulang ke datang ke rumah sakit ini. Daripada mengambil resiko, lebih baik memilih rumah sakit yang tidak terlibat dalam kontroversi.

Lebih dari itu, orang pun mulai bertanya-tanya tentang siapa di balik rumah sakit ini. Dus, tingkah polah Omni bak "wantek": berpotensi mencemari perusahaan-perusahaan lainnya. Yang tercemar tidak mesti selalu perusahaan yang benar-benar satu grup. Perusahaan atau usaha yang bernama mirip (menggunakan Omni) juga rentan terkena labeling yang sama.

Jika publik tidak mendapatkan informasi tentang grup usaha dibalik Omni atau perusahaan yang satu grup, maka Omni secara alamiah akan dikaitkan dengan Alam Sutera Realty, dimana RS ini berlokasi.

Menurut Data Bursa Efek Indonesia (per 30 April 2009), Alam Suteraantara lain dimiliki oleh Argo Manunggal (30.12%), Bukit Asri Padang Golf (17.2%), Manunggal Prime Development (15.52%) dan juga dua perusahaan sekuritas. Kebetulan, Argo Manunggal yang tergabung dalam grup Argo Pantes juga memiliki Hotel bernama Omni Batavia di bilangan kota, Jakarta.

Cara yang Lebih Baik
Jika merunut ke belakang, Omni sejatinya bisa mengembangkan pendekatan yang lebih baik. Prita hanyalah mengeluh. Ia tak mengajukan gugatan malpraktik. Jawaban terbaik atas imel Prita adalah dengan melibatkan Prita. Mengajaknya berdialog, menemukan kesepahaman yang sama dan kalau memang terbukti ada ketidakprofesionalan, RS Omni meminta maaf secara terbuka.

Dengan pelibatan Prita, situasinya bukanlah Omni vs Prita, tapi Omni dan Prita versus pelayanan yang buruk. Ini menunjukkan bahwa Omni berorientasi kepada pasien dan bukan manajemen perusahaan bernama rumah sakit.

Contoh kasus yang selalu disebut adalah bagaimana Johnson & Johnson bersikap tatkala obat pusingnya bermerk ?Tylenol? telah dicemari zat-zat lain oleh orang yang usil. Yang tercemari sebenarnya jumlahnya sangat sedikit. Tapi, perusahaan ini memilih sikap drastis: menarik obat
tersebut dari seluruh dunia.

Kerugiannya waktu itu terasa begitu besar. Tapi, dalam waktu cepat, perusahaan kembali menangguk untung karena konsumen percaya Johnson & Johnson benar-benar peduli terhadap nyawa konsumennya ketimbang pertimbangan arus kas perusahaannya sendiri.

Omni rupanya memilih tindakan yang berbeda. Bahkan, di detik sore kemarin, Omni dengan gamblang menyatakan bahwa mereka tak takut dengan gerakan pemboikotan yang berkembang di facebook. "Kami menegakkan hak,"kata Risma Situmorang, pengacara Omni.

Kekerasan hati Omni menunjukkan mereka memang bersikukuh. Tapi, dengan membuat pernyataan ini, mereka sejatinya tengah menantang 'kebijaksanaan kerumunan' sebagaimana Megawati pernah bereaksi terhadap gerakan di facebook beberapa waktu lalu.

from guyon-yook

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda