Rabu, 10 Februari 2010

Think and Thank


Rasanya kita semua tidak kenal dengan orang yang bernama Jean-Dominique
Bauby, kecuali Anda perempuan dan berbahasa Perancis atau suka membaca
majalah bernama Elle. Ia pemimpin redaksi Elle.
Tahun 1996 ia meninggal dalam usia 45 tahun setelah menyelesaikan memoarnya
yang "ditulisnya" secara sangat istimewa dan diberinya judul Le Scaphandre
et le Papillon (The Bubble and the Butterfly).

Tahun 1995 ia terkena stroke yang menyebabkan seluruh tubuhnya lumpuh.
Ia mengalami apa yang disebut 'locked-in syndrome', kelumpuhan total yang
disebutnya 'seperti pikiran di dalam botol'.
Memang ia masih dapat berpikir jernih tetapi sama sekali tidak bisa
berbicara maupun bergerak.
Satu-satunya otot yang masih dapat diperintahnya adalah kelopak mata kirinya.
Jadi itulah caranya berkomunikasi dengan para perawatnya, dokter rumah
sakit, keluarga dan temannya.

Mereka menunjukkan huruf demi huruf dan si Jean akan berkedip bila huruf
yang ditunjukkan adalah yang dipilihnya. "Bukan main", kata Anda.
Ya, itu juga reaksi semua yang membaca kisahnya.

Buat kita, kegiatan menulis mungkin sepele dan menjadi hal yang biasa.
Namun, kalau kita disuruh "menulis" dengan cara si Jean, barangkali kita
harus menangis dulu berhari-hari.

Betapa mengagumkan tekad dan semangat hidup maupun kemauannya untuk tetap
menulis dan membagikan kisah hidupnya yang begitu luar biasa.
Ia meninggal 3 hari setelah bukunya diterbitkan.
Jadi, "Berapapun problem dan stress dan beban hidup kita semua, hampir tidak
ada artinya dibandingkan dengan si Jean!"

Apa yang a.l.. ditulisnya di memoarnya itu?
"I would be the happiest man in the world if I could just properly swallow
the saliva that permanently invades my mouth".

Bayangkan, menelan ludah pun ia tak mampu :-(.
Jadi kita yang masih bisa makan bakmi, ngga usahlah Bakmi Gajah Mada,
indomie yang Rp3.500 saja, seharusnya sudah berbahagia 100 kali lipat
dibanding si Jean.Kita bahkan senantiasa mengeluh, setiap hari, sepanjang tahun.

We are the constant whiners.

Apa lagi yang dikerjakan Jean di dalam kelumpuhan totalnya selain menulis
buku?
Ia mendirikan suatu asosiasi penderita 'locked-in syndrome' untuk membantu
keluarga penderita.
Ia juga menjadi "bintang film" alias memegang peran di dalam suatu film yang
dibuat TV Perancis yang menceritakan kisahnya. Ia merencanakan buku lainnya
setelah ia selesai menulis yang pertama.
Pokoknya ia hidup seperti yang dikehendaki

to celebrate life, to do something good for others.
(Untuk merayakan kehidupan, untuk melakukan kebaikan bagi orang lain)

Jadi, betapapun kemelutnya keadaan kita saat ini, mereka yang sedang stress
berat, mereka yang sedang berkelahi baik dengan diri sendiri maupun melawan
orang lain atau anggota keluarga, mereka yang sedang tidak bahagia karena
kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi, mereka yang jalannya masih
terpincang-pincang karena baru saja terinjak paku, mereka yang sedang
di-PHK, Saya yakin kita masih bisa menelan ludah.

Semoga kita semua tidak terus menjadi whiner, pengeluh abadi, manusia yang
sukar puas.

Kata orang bijak, "Think and Thank", berfikirlah dan kemudian bersyukurlah.

taken from milis

Label:

Rabu, 03 Februari 2010

Tanpa Kartu Kredit





KOMPAS.com - Coba cek dompet kebanyakan warga di kota besar, pasti ada kartu kredit di dalamnya. Jumlahnya satu, hingga delapan kartu kredit.

Alasan kepraktisan, kemudahan, dan cicilan saat hati tergoda barang tertentu yang tak mampu dibeli tunai, menjadi daya tarik bagi kebanyakan mengisi formulir aplikasi kartu kredit yang semakin mudah saja didapatkan.

Ironisnya, para pengguna kartu kredit pun menyadari bahwa mereka tengah berhutang dari sekadar menggesek kartu kredit. Jika sudah mulai kapok memanjakan diri dengan kartu kredit, dan berniat berhenti dari ketergantungan, terima tantangan dan segera mulai langkahnya:

1. Atur keuangan, bayar semua hutang!
Segera sisihkan uang bulanan untuk membayar hutang kartu kredit, mulai dari kartu kredit dengan bunga tertinggi. Disiplinkan diri untuk mulai membayar bertahap semua hutang dan ingatkan diri sendiri untuk tidak lagi berhutang melalui kartu kredit. Begitu Anda sudah membayar semua kewajiban keuangan, Anda sudah memulai langkah awal hidup tanpa kartu kredit.

2. Merencanakan pengeluaran bulanan sesuai pos
Rencanakan keuangan bulanan dengan menyiapkan anggaran pengeluaran termasuk cicilan rumah, perlengkapan rutin bulanan, makan, transportasi, pakaian, dan entertainment. Aidil Akbar Madjid, perencana keuangan, menyarankan untuk menggunakan manajemen amplop dengan mengatur uang bulanan sesuai pos, termasuk untuk dana cadangan.

3. Mengubah pola hidup
Cermati kembali gaya hidup Anda, dan pangkas apa yang sebenarnya tidak terlalu penting untuk dilakukan. Akbar menyebutkan, hingga 80 persen gaji perempuan digunakan untuk entertainment, belanja barang diskon, dan ini merupakan pemborosan yang seharusnya bisa dihindari. Lebih mengkhawatirkan lagi, perempuan belanja dengan berhutang menggunakan kartu kredit. Artinya, perempuan menggunakan uangnya tanpa peduli sejauh mana bisa membayar hutang dan bunganya. Hidup tanpa kartu kredit sebenarnya bentuk pengorbanan atas kepuasan sesaat untuk mendapatkan tujuan jangka panjang yang lebih menguntungkan.

4. Gunakan kartu debit jika dibutuhkan
Kebiasaan Anda berbelanja kebutuhan dengan kemudahan pembayarannya, sebenarnya bisa diatasi dengan kartu debit. Anda tidak berhutang karena uang di rekening bank Anda sendiri yang digunakan untuk membayar kebutuhan. Kartu debit juga lebih praktis karena Anda tak perlu membawa uang tunai, bukan? Hampir di setiap toko sudah menyediakan layanan ini, jadi tak alasan Anda masih kecanduan kartu kredit.

5. Berkomitmen menyisihkan gaji untuk tabungan
Mulai membangun kebiasaan menabung dengan menyisihkan gaji bulanan sekecil apa pun nilainya, karena akan menyelamatkan masa depan Anda. Jika saldo rekening bank Anda terus bertambah, sewaktu-waktu Anda membutuhkan dana darurat untuk operasi besar misalnya, Anda tidak semakin tertekan dengan hutang karena bergantung pada kartu kredit.

Sudah siapkah berperang melawan kecanduan kartu kredit?

Label: